Minggu, 04 Mei 2014

Experience Seoul, South Korea (HARI KELIMA)

Rabu, 16 Januari 2013

Hari kedua KMUN.

Pagi-pagi sekali aku dan Dephie sudah terbangun. Awalnya Dephie yang terlebih dahulu bangun dan mulai membuat suara gaduh. Dia terus berteriak dan berusaha membangunkanku.

"Salju!" berkali-kali Dephie berteriak perlahan seolah takut membangunkan pengunjung lain yang sedang tertidur pulas. Aku segera berlari ke dapur dan benar saja apa yang kami lihat... Salju turun! Itu adalah pengalaman pertama kami melihat hujan salju yang begitu indah. Salju terus saja bergerak turun perlahan seperti es serut yang langsung mencair ketika bersentuhan dengan tangan. Kami sungguh sangat senang melihatnya.



Kami memutuskan untuk segera mandi dan berganti pakaian—terlalu takut jika saljunya akan berhenti. Kami jelas terlihat norak saat itu.


Saat turun ke jalan, kami tidak henti-hentinya memandangi langit di mana salju merangkak turun perlahan. Kami bahkan mulai menangkapi butiran salju itu walaupun orang-orang yang lalu lalang terlihat berusaha menghindari hujan salju di bawah payung mereka sembari berjalan dengan langkah cepat.

Hujan Salju Pertama Kami

Jalanan di Depan Hostel

Setelah puas berfoto-foto, akhirnya kami memutuskan untuk segera menuju Korea University karena kami tidak ingin terlambat terlebih kami tahu benar bagaimana orang Korea jika sudah berhubungan dengan waktu.

Saat kami tiba di Korea University, betapa terkejutnya kami saat menemukan kondisi lapangan utama Korea University yang sudah berlapiskan salju putih. Sepertinya belum ada yang datang ke kampus karena kami sama sekali tidak menemukan jejak kaki di atas hamparan salju dan melihat salju di sepanjang mata memandang sungguh merupakan pengalaman yang tak terlupakan.

Di Lapangan Utama Korea University






***ETIKA BERFOTO***
Kami mengambil foto di setiap jengkal kaki kaki melangkah. 
Kami sangat suka berfoto dengan objek diri kami di dalam foto. 
Jadi jangan heran jika jarang ditemukan foto di mana tidak ada kami di dalamnya. 
Harap dimaklumi.


Dikarenakan kami masih mempunyai banyak waktu sebelum konferensi dimulai, kami mencoba berkeliling kampus. Korea University terlihat begitu modern di setiap ruangannya. Kami melewati perpustakaan yang begitu tertib dan didukung teknologi yang begitu maju. ATM terbesar di mana-masa. Salah satu tempat yang paling kami senangi adalah Unistore yang menjual semua perlengkapan kampus mulai dari buku, survenir khas Korea University, hingga kaos dan jaket almamater kampus. Bahkan Devi menghabiskan 700 ribu rupiah untuk membeli sebuah jaket yang menurutku indah tapi terlalu mahal!! Namun jelas jika mengunjungi Korea University, Unistore merupakan salah satu lokasi yang patut untuk dikunjungi!

Pukul 10 tepat, Committee Session kedua berlangsung. Bagi semua delegasi yang terlambat harus menuliskan note kepada pimpinan untuk mengabarkan keterlambatannya. Saat menjalani sesi kedua KMUN, aku banyak belajar dari teman-teman sesama delegasi tentang bagaimana kemampuan public speaking yang mereka miliki. Selain memiliki kemampuan bahasa Inggris yang bagus, mereka juga memiliki kemampuan berdebat yang luar biasa. Teman sebangkuku, delegasi asal Korea yang mewakili Mexico merupakan salah satu delegasi yang pernah melewatkan masa kecilnya di New York sebelum dia pindah kembali ke Korea untuk kuliah. Jadi bisa dibayangkan bagaimana cara mereka dalam menghidupkan perdebatan dan negosiasi di KMUN.

Suasana di Komite ECOSOC


Kami melewatkan jam makan siang di kantin kampus di mana keteraturan sangat dijaga di sana. Ketika masuk ke kantin, kami dimintai kupon makan yang sudah terlebih dahulu dibagikan pada saat registrasi. Kemudian kami harus berbaris rapi dan mengambil makanan yang sudah disediakan oleh para petugas kantin yang berpakaian rapi ala koki. Makan siang kami cukup enak walaupun ada menu yang tidak halal. Setelah makan siang dan beristirahat sejenak, kami memulai lagi konferensi KMUN hingga jam menunjukkan pukul 7 malam ketika semua delegasi berpisah dan bersiap untuk hari yang panjang keesokan harinya.

Ketika hendak pulang, kami mendapatkan telepon lagi dari Hyeong yang ingin mengajak kami untuk makan malam lagi. Hyeong bahkan meminta kami untuk menunggu di depan gerbang kampus karena dia akan langsung menjemput kami ketika dia pulang dari kantor.



Di Depan Gerbang Utama Korea University

Dikarenakan kantornya yang berdekatan dengan Korea University, tidak lama waktu yang diperlukan oleh Hyeong untuk sampai di kampus dan menjemput kami. Udara malam itu begitu dingin hingga berkali-kali tanganku rasanya mati rasa. Bahkan telinga terasa beku dan bibir mulai mengering.

Kali ini entah ke mana lagi Hyeong membawa kami. Jalanan kota Seoul begitu lancar hingga kami tiba di sebuah restoran tradisional yang ternyata berada di seberang jalan dari apatermen Hyeong. Rupanya restoran ini merupakan salah satu restoran favoritnya.

Di dalam restoran sudah menunggu istri dan kedua anak Hyeong. Di sana pula kami bertemu kedua junior Hyeong yang tempo hari ikut makan malam bersama kami. Namun beberapa teman Hyeong juga ikut hadir sehingga malam itu menjadi begitu ramai dan penuh rasa kekeluargaan.

Beragam Makanan Khas Korea melimpah di atas Meja
Kami dihadapkan pada satu meja panjang yang penuh dengan makanan yang melimpah. Sakingnya banyaknya makanan yang tersedia hingga aku bingung mana makanan yang seharusnya kumakan terlebih dahulu. Saat itu pula di atas meja aku melihat sebuah minuman lain yang tidak kami temukan di malam terakhir kami makan bersama Hyeong. Mereka menyebutnya Makoeli yakni sejenis minuman beralkohol yang mirip tuak jika di Indonesia. Dari penampilannya, Makoeli terlihat seperti susu cair. Karena berasumsi jika minuman itu akan memiliki rasa yang tidak pas dengan lidahku, berkali-kali aku menolak tawaran Hyeong dan lebih memilih untuk minum soju. Walaupun suatu saat di malam dingin di Seoul, aku baru akan menyadari jika Makoeli merupakan salah satu minuman beralkohol paling enak yang pernah kuminum.

Salah satu makanan penutup unik yang diberikan Hyeong adalah sejenis beras gosong yang menempel di panci lalu dituangkan air putih. Rasanya sangat aneh dan aku sama sekali tidak menyukainya. Namun orang Korea sangat menyukai makanan itu karena dulu di waktu perang dan zaman kesusahan orang Korea, mereka tidak punya banyak makanan sehingga mereka terpaksa memakan nasi gosong yang hanya dituangkan air lalu dimakan. Aku dan Dephie sesungguhnya sangat terharu dengan apa yang dilakukan Hyeong kepada kami. Hyeong berusaha memilih makanan yang belum pernah kami makan seolah ingin kami mencoba semua makanan tradisional Korea.

Setelah selesai makan malam, kami akhirnya keluar dari restoran di tengah udara yang begitu dingin menusuk dan perut yang kenyang. Tapi sepertinya Hyeong masih tidak puas karena ketika berjalan di trotoar, kami mulai memasukki sebuah restoran lain lagi.

Sesaat aku dan Dephie saling memandang. Kemungkinan makan tiga kali yang berlangsung tempo hari akan terjadi lagi. Padahal kami sungguh sudah sangat kenyang. Tapi kami tidak ingin mengecewakan Hyeong terlebih berkat semua kebaikannya, kami masih ingin berlama-lama bersama keluarganya.

Untunglah di restoran kali ini kami tidak makan makanan berat dan hanya makan buah-buahan dan sup buah. Namun sup buah di sini sangat segar dan begitu nikmat. Kami melewatkan beberapa waktu bersama.

Sop Buah yang Terasa Begitu Segar di Tengah Udara Dingin Seoul

Setelah puas makan sop buah kami meninggalkan restoran dan mulai berpisah dengan istri Hyeong dan kedua anaknya. Mereka kemudian berjalan kaki menuju apartermennya yang ada di seberang restoran. Hyeong dan juniornya kemudian mengantar kami pulang ke hostel. Kami sungguh beruntung bisa bertemu Hyeong yang begitu menjaga kami ketika kami jauh dari keluarga.

Tiba di hostel, sepertinya Hyeong masih belum puas mengenalkan kami pada makanan Korea karena kemudian dia mulai mengajak kami masuk ke sebuah restoran tradisional yang terletak di salah satu gang di samping hostel kami. Aku dan Dephie sebenarnya sudah menolak ajakan itu karena tidak mungkin lagi kami makan terlebih sepertinya membeli makanan jika tidak dimakan akan sangat disayangkan. Namun Hyeong bersikeras jika restoran yang akan kami masuki merupakan restoran yang berbeda dan menu makanannya juga belum pernah kami coba.

Dan benar saja, restoran yang kami masuki merupakan salah satu restoran yang menyediakan menu makanan tradisional Korea. Dengan perut yang masih kenyang, aku berusaha makan lagi walaupun memang benar seperti kata Hyeong, makanan di restoran itu sangat enak!

***KEBIASAAN MAKAN DI KOREA***

Di restoran tersebut ada dua pria lain yang juga sedanag makan. Namun dari gelagatnya, sepertinya mereka lebih sibuk mengobrol dibandingkan menikmati makanannya. Sejak saat itu aku sadar jika orang Korea (umumnya pria) sangat suka berkumpul dengan teman-temannya dan menjalin hubungan yang erat dengan senior dan juniornya. Sehingga bisnis rumah makan di Korea sangat laris karena sebagian besar mereka akan menghabiskan waktu di luar jam kerja untuk mengobrol bersama teman dibandingkan menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga.
PS: Bahkan istri Hyeong mengeluhkan Hyeong yang lebih sering menghabiskan waktu untuk makan-makan di luar bersama teman-temannya..


Akhirnya setelah makan untuk ketiga kalinya, kami diantar kembali oleh Hyeong ke hostel dan malam sudah sangat larut. Membayangkan besok akan ada hari yang panjang di mana KMUN akan berlansung membuat kami segera memutuskan untuk beristirahat.

Seoul memang kota penuh kejutan! Dan dengan adanya Hyeong, kami tidak akan pernah ragu tersesat di kota sebesar Seoul.

Selamat malam, Hyeong... kami sangat merindukanmu....

***RINCIAN PENGELUARAN***
Nol rupiah
 


Experience Seoul, South Korea (HARI KEEMPAT)

Selasa, 15 Januari 2013

Hari ini fokus utama kami adalah KMUN... KMUN... dan KMUN! 

So... lupakan sejenak keinginan untuk mengelilingi setiap sudut kota Seoul sembari memastikan jika kami tahu apa yang harus kami lakukan untuk membawa kami menuju Korea University untuk hari pertama KMUN kami.

Korea Model United Nations (KMUN) Winter Conference yang kami ikuti sudah berlangsung selama 6 tahun berturut-turut dan selalu diselenggarakan oleh Korea University Anam Campus. Sekedar informasi, Model United Nations (MUN) merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan di banyak negara dari tingkatan SMA dan universitas. Tujuannya adalah memberikan pengalaman kepada para peserta mengenai isu-isu global yang berlangsung serta menyediakan sarana untuk belajar bernegosiasi, berdebat, hingga menjalin pertemanan. Untuk mengetahui tentang kegiatan MUN di berbagai negara dan kapan berlangsungnya, bisa dicek di website resminya di sini


Logo Korea Model United Nations (KMUN-2013)

Untuk mengikuti KMUN kita harus mendaftar sesegera mungkin ketika pendaftaran dibuka karena daftar peserta yang bisa mengikuti konferensi ini sangat terbatas. Selain itu KMUN merupakan salah satu konferensi MUN yang cukup diminati oleh beberapa perserta dari luar Korea, khususnya peserta asal Indonesia yang selalu saja berpartisipasi setiap tahunnya.

Dalam setiap konferensi MUN, peserta diberikan berbagai pilihan untuk mendaftar Student Officer, Administration Staff, ataupun peserta. Untuk mendaftar dan tahu informasi lebih mengenai Korea Model United Nations (KMUN) kita bisa mengakses semua informasi yang dibutuhkan di website resminya di sini

Program yang dibuka biasanya dibedakan menjadi dua, yakni bagi peserta yang pernah mengikuti MUN sebelumnya (experienced) dan bagi peserta pemula di MUN (standard). Setiap tahunnya, agenda yang dibuka berbeda misalnya International Court of Justice (ICJ), International Telecommunication Union (ITU), lain sebagainya. Saat mengikuti KMUN 2013, kami memilih program standard karena kami sama sekali belum pernah mengikuti MUN sebelumnya. Adapun agenda yang kami dapatkan adalah Economy and Social Council (ECOSOC).

***ABOUT ECOSOC***
ECOSOC merupakan satu dari lima badan inti dari PBB yang secara khusus 
bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kegiatan sosial dan ekonomi di PBB. 
Dengan beranggotakan 54 negara, ECOSOC menyediakan forum khusus untuk membahas 
permasalahan-permasalahan mengenai kegiatan ekonomi dan sosial.
  
Terdapat dua agenda yang akan dibahas oleh delegasi dalam Komite ECOSOC, diantaranya: Krisis Kepadatan Penduduk di Dunia dan Perluasan Penggunaan ODA (Official Development Assistance) atau Bantuan Sosial Bagi Negara-Negara Berkembang. Sehingga sepanjang 4 hari kedepan, para peserta akan membahas semua permasalah mengenai kedua topik tersebut hingga akhirnya menghasilkan resolusi yang disetujui oleh mayoritas delegasi.

Sekitar satu minggu sebelum konferensi dimulai, para delegasi akan dikirimkan email mengenai peraturan yang sudah disusun rapi dalam sebuah booklet. Sepanjang berlangsungnya konferensi, para delegasi diharuskan mengenakan pakaian rapi dan resmi. Pria diharuskan mengenakan jas dan dasi sementara pria harus mengenakan blazer (Dephie bahkan harus membeli banyak perlengkapan untuk mengikuti konferensi ini). Setiap delegasi juga akan mewakili negara-negara yang terdaftar di PBB. Aku mewakili Mongolia dan Dephie mewakili Iran.

Satu tugas penting yang harus dilakukan sebelum berangkat konferensi berlangsung adalah melakukan riset mengenai negara yang akan kita wakili dan bagaimana pandangan negara tersebut tentang agenda yang akan dibahas. Semua riset tersebut dituangkan dalam sebuah halaman yang disebut dengan Position Paper. Position Paper merupakan salah satu bahan yang sangat penting karena melalui position Paper, seorang delegasi bisa mengetahui bagaimana harus bersikap selama berlangsungnya konferensi. Namun para delegasi hanya perlu memilih salah satu agenda dari dua agenda yang dibahas untuk ditulis di Position Paper-nya. Aku dan Dephie memutuskan untuk mengambil agenda Krisis Kepadatan Penduduk di Dunia.

Menulis Position Paper merupakan kegiatan yang menyebalkan karena kami harus melakukan riset mengenai sebuah negara yang asing dan harus menuliskannya dalam sebuah halaman mengenai kondisi negara tersebut sesuai dengan agenda yang akan dibahas. Selain itu dikarenakan waktu yang begitu singkat untuk mempersiapkan liburan serta KMUN, kami tidak punya banyak waktu untuk melakukan riset yang mendalam untuk menulis Position Paper.

Berikut ini contoh Position Paper aku waktu mengikuti KMUN 2013. Ini memang tulisan yang tidak bagus sama sekali karena dikerjakan ngebut dalam satu hari.

***POSITION PAPER***

Korea Model United Nations 2013
(Position Paper)

Committee      : The Economic and Social Council (ECOSOC)
Topic A           : Addressing the Global Population Crisis
Country           : Mongolia

The population in the world currently has reached more than 7 billion and it is predicted to reach 10.1 billion in the next ninety years (2103) according to the medium variant of the 2010 Revision of World Population Prospects. These numbers come from the high-fertility countries, which comprise countries such as Africa, Asia, Oceania, and Latin America. The population density in the world resulted people at risk of poverty; difficulty accessing primary health care, education, job; crime; violence and vandalism. Moreover, the imbalance population density between developed and developing countries will result disproportion development and social life structure on earth.

According to the United Nations Statistic Division, the population number of the Mongolia has reached up to 2,6 million in 2009. However, Mongolia is still in the range of the lowest population density countries in the world with population density of approximately 4 people per square mile. In order to deal with this drop in new babies, the government launched a medal called the "First Order of Glorious Motherhood" along with about $154 for women who have six or more children and a "Second Order of Glorious Motherhood" honor plus $77 for women who have four children. On the other hand, for married young women who had no kids, they had to pay a special tax.

The international community has made the issue of world population crisis as one of the world’s priority concern. On September 1994, The Fifth International Conference on Population and Development was held in Cairo. More than 180 States participated in this event to achieve the effective integrate population issues into socio-economic development proposals and also to gain a better quality of life for all individuals, especially those of future generations. In 1999, the United Nations came into a special General Assembly Session to review and appraise the implementation of the Programme of Action adopted at the 1994 Conference. It seems, the existence of the world population issue has become an important problem of the world.

The government has devoted a lot to projects to support the important of the balance population density around the world. Mongolia government is involved in the international NGOs working on the issues. One of the national priorities is maintaining the average annual population growth rate at no less than 1.8 percent. In 1992, the Ministry of Population Policy and Labor was established in Mongolia and an officer was appointed to deal with population problems. Mongolia put a highly concern about the world population crisis issue because the estimated annual population growth rate of Mongolia now is 1.54 percent; it is projected in the next 20 years, the population will be double.

Mongolian Government believes the population issue is a universal concern because it has expanded worldwide and the impact of the uncontrolled population will hit all nations. It should be maintaining either developed or developing country. And the cooperation between countries could gradually level of the birth rate to the replacement rate. Mongolia has recommended that it is the time for developed countries to support the developing countries to run out from this situation. Mongolia also supports the work of the UN about achieving the Millennium Development Goals which most of the goals refer to the world population issues. World population is increasing every second and it is our responsibility to control it together to support the world sustainable development strategy for a better future.

Setelah semuanya persiapan sudah dilengkapi dan kami sudah berpakaian rapi, pukul 9 pagi kami memutuskan untuk keluar dari hostel dan memulai perjalanan pertama kami menuju Korea University.

***KOREA UNIVERSITY***
Sebelumnya aku pernah menyebutkan mengenai perkerjaan volunteer kami sebagai LO sehingga kami kenal dengan Hyeong?
Nah... saat itu Hyeong membawa 15 mahasiswa dari jurusan olahraga Korea University ke Jakarta. Ya... benar sekali! Mahasiswa dari Korea University yang mempertemukan kami dengan Hyeong dan mendekatkan kami dengan Korea... dan saat ini kami sedang menuju ke kampus itu. Korea University!

Udara di luar hostel begitu dingin menusuk ketika kami keluar dengan pakaian yang begitu formal dan tas berisikan perlengkapan KMUN kami. Untuk sampai ke Korea University, kami menggunakan MRT menuju Stasiun Anam yang lokasinya ternyata sangat dekat dengan hostel. Agenda di hari pertama akan dimulai pukul 12.30 di mana semua delegasi harus mendaftar ulang untuk memastikan keikutsertaan mereka dalam konferensi KMUN.

Namun, kami memutuskan untuk keluar dari hostel lebih cepat dikarenakan kami sudah janji dengan Prof. Hong yang merupakan salah satu professor yang bekerja di Kementerian Perikanan dan Kelautan Korea. Perkenalan dengan Prof. Hong berlangsung di Jakarta ketika beliau menghadiri seminar tentang kerjasama kelautan dengan pemerintah Indonesia. Untunglah kantor Prof. Hong dekat dengan Korea University sehingga ketika kami memberitahukan jika kami akan mengunjungi Seoul, beliau begitu senang dan ingin bertemu kami. Maka kami langsung membuat janji untuk makan siang bersama Prof. Hong sebelum memulai KMUN kami.

***JAMUAN MAKAN ORANG KOREA***
Satu hal yang perlu diketahui tentang orang Korea yaitu mereka sangat bersahabat dan begitu senang untuk menjamu setiap tamunya. Mereka akan sangat senang jika bisa mengundang kita makan bersama terlebih jika kita memperlihatkan sikap menghormati dan menyukai makanannya.

Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai di Korea University. Kesan pertama melihat kampus ini adalah kemegahannya. Bangunan Korea University terlihat begitu mencolok dari kejauhan namun sayangnya mengadopsi ciri khas bangunan barat. Tidak terlihat adanya unsur tradisional walaupun nama kampus ini menyusung nama negaranya. Namun Korea University tetap megah dan indah. Terlebih lapangan utamanya yang membentang luas di mana di tengah-tengahnya terdapat air mancur yang sengaja dimatikan di musim dingin (namun saat itu seluas pandangan yang bisa kami lihat hanya hamparan salju yang membentang luas dan sangat langkah untuk dilihat). Menurutku, Korea University pantas untuk dimasukkan ke dalam itinerary perjalanan jika kita mengunjungi Korea. Tempat ini memang indah.


Seperti di Eropa





Di Atas Air Mancur di Tengah Lapangan Utama


Beberapa saat setelah itu kami melihat jika Prof. Hong sudah menunggu di depan gerbang utama Korea University di mana pilar-pilar indah menjulang tinggi dan terlihat indah. Prof. Hong mengajak kami untuk pergi makan siang dengan menaiki taksi. Beliau menanyakan makanan apa saja yang sudah kami coba selama di Korea dan beliau sangat ingin mengajak kami untuk makan Kalbi. Kalbi sendiri merupakan salah satu makanan termahal dan paling diminati di Korea. Kami jelas tidak pernah menolak jika diajak makan enak.

Bersama Prof. Hong di Gerbang Utama Korea University

Restoran yang kami tuju jelas sangat dekat dengan Korea University terlebih Prof. Hong tahu jika kami harus kembali ke universitas sebelum jam satu. Restoran yang kami datangi terlihat masih mengusung unsur tradisional dan menurut Prof. Hong, restoran tersebut merupakan salah satu restoran paling terkenal dengan menu andalan kalbinya.

Kalbi merupakan menu makanan di mana daging sapi dibakar langsung di tungku pembakaran yang terdapat di meja. Side dish-nya jelas banyak sekali. Aku sangat suka makan kalbi dengan menggulungnya pada daun salad lalu dicampurkan dengan berbagai jenis bumbu dan saus kemudian dimakan bersamaan. Saat itu juga pertama kalinya kami memakan mie dingin. Ini jelas salah satu makanan yang paling tidak kusukai karena mie ini sangat aneh rasanya. Bayangkan! Seumur hidup aku belum pernah memakan mie dengan kuah banyak dan hanya terdapat dua irisan daging sapi dengan mie panjang dan kenyal namun di tengah-tengahnya terdapat dua balok es batu! Wow! Konon mie dingin merupakan makanan favorite orang Korea di kala musim panas. Tapi lidah Indonesiaku sama sekali tidak cocok dengan makanan ini. Terlebih menurutku rasa mie dingin hambar seolah tidak mengunakan garam atau penyedap makanan.

Namun karena Prof.Hong ingin kami mencoba semua makanan yang belum pernah kami santap di Korea, makanya dia menginginkan kami mencoba mie dingin.

Mie Dingin yang Sayangnya Tidak Cocok di Lidahku

Seharusnya Makanan ini Disediakan di Saat Musim Panas

Kalbi. Jelas Makanan ini ENAK BANGET

Side Dish Makanan Korea Memang Banyak!

Bersama Prof. Hong

Setelah kenyang dan mengobrol banyak dengan Prof. Hong, akhirnya kami diantarkan kembali menuju Korea University. Kami mengucapkan salam perpisahan dan sangat berharap bisa bertemu lagi dengan beliua suatu saat nanti. Setelah itu kami memulai menjajaki hari pertama kami di konferensi KMUN.

***SEPUTAR KAMPUS DI KOREA***
Di Korea, terdapat tiga perguruan tinggi terfavorit dan menduduki peringkat tertinggi (ketiganya dianggap setara). Ketiganya adalah Seoul University, Korea University, dan Yonsei University.

Untuk sampai di tempat konferensi, kami harus berjalan dengan hati-hati melewati tumpukkan es yang menggunung dan licin. Di lobi gedung, kami sudah bisa melihat banyak sekali peserta yang berkumpul untuk melakukan daftar ulang peserta. Setelah mendaftar ulang dan mendapatkan name tag, kami segera menuju sebuah kelas yang dijadikan ruang untuk delegasi ECOSOC karena acara pembukaan akan segera dimulai.

Batu di Dekat Venue Acara



Name Tag KMUN

Salah satu kelemahan di KMUN menurutku adalah peserta yang banyak tidak diimbangi dengan gedung pelaksanaan yang memadai. Hal ini disebabkan kegiatan KMUN dilaksanakan di Gedung Pembelajaran Bahasa Korea Untuk Penutur Asing sehingga aula yang dijadikan sebagai venue untuk acara pembukaan tidak bisa menampung semua delegasi yang ikut. Oleh karena itu, hanya delegasi SMA yang diizinkan untuk masuk ke dalam aula dan mengikuti acara pembukaan secara langsung sementara beberapa delegasi lain harus puas mengikuti acara pembukaan dari layar projector di ruang kelas yang diproyeksikan secara langsung dari aula tempat dilaksanakan acara pembukaan.

Pukul 2 siang acara pembukaan dimulai dan berlangsung lancar. Kemudian kami mulai memasuki ruang tempat konferensi akan dimulai di mana semua delegasi sudah disediakan ruangan khusus sesuai komitenya masing-masing.

Ruangan kelas di Korea University menurutku sangat indah. Semuanya difasilitasi dengan layar proyektor yang bagus dan berkesan modern. Di dalam ruangan, semua bangku sudah diatur berdasarkan abjad nama negara yang akan diwakili oleh setiap delegasi. Di setiap meja sudah dilengkapi papan nama dan bendera negara yang diwakili.

Jujur selama mengikuti konfrensi KMUN ini, aku sangat tidak siap dengan semuanya, terlebih dengan position paper yang ditulis hanya dalam waktu satu hari dan minimnya informasi mengenai kegiatan MUN. Dikarenakan hari itu adalah hari pertama, maka setelah dilakukan pengenalan peraturan dan latihan bagaimana kegiatan MUN berlansung, kami memulai session pertama dan selesai pukul 7 malam.

***TERTIB WAKTU DI KOREA***
Di Korea, jam karet tidak berlaku. Orang Korea
sangat menghargai waktu dan selama konferensi berlangsung,
semua berlangsung TEPAT WAKTU!
Tidak meleset sedetikpun.

Di hari pertama kami sudah mulai berteman dengan anggota sesama delegasi di ECOSOC. Di komite kami, delegasinya didominasi oleh peserta asal Korea. Kami bertemu dengan sembilan mahasiswa asal Indonesia, satu mahasiswa dari Hongkong, dan satu lagi peserta dari Finlandia yang sedang menempuh pendidikan di Korea University.


Malam itu setelah acara bubar, aku dan Dephie memutuskan untuk makan malam bersama dengan teman baru kami dari Hongkong yang bernama Christy. Dia merupakan salah satu mahasiswa yang cantik dan cerdas. Christy mengikuti KMUN bersama dua orang temannya, yakni Leo dan Shandy di mana keduanya sama-sama tergabung di program Experienced. Namun sangat disayangkan Leo tidak bisa makan malam bersama kami.

Tidak jauh dari Korea University, kami menemukan sebuah tempat makan yang sederhana tapi terlihat enak. Makanan yang kami makan sama persis dengan makanan kami malam sebelumnya bersama Hyeong dan keluarganya. Sebagaian besar makanan di Korea dimasak lansung di atas meja dan orang Korea sangat suka memasak makanannya sambil mengobrol dan meneguk soju. Namun untuk pengunjung atau turis, si pemilik restoran akan tahu dan mereka akan membantu kita dalam memasak.

Makan Malam Bersama Christy dan Shandy

Kreasi Pemilik Restoran

Kami mengobrol hingga malam bersama Christy dan Shandy. Kami sangat senang bertemu mereka karena keduanya begitu bersahabat. Setelah malam mulai larut, kami memutuskan untuk pulang kembali ke hostel karena besok pagi committee session pertama akan berlangsung pukul 10 pagi—TEPAT PUKUL 10.

Hari pertama kami selama KMUN ternyata tidak begitu buruk. Mengikuti konferensi internasional seperti ini jelas banyak memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbanyak teman dari berbagai negara—dan kami suka hal itu.

***RINCIAN PENGELUARAN***
Makan Malam: 100 ribu rupiah






Jumat, 25 April 2014

Experience Seoul, South Korea (HARI KETIGA)

Senin, 14 Januari 2013

Pagi itu kami terbangun sekitar pukul 8. Udara di dalam kamar terasa begitu panas karena pemanas yang digunakan pemilik hostel. Salah satu kelemahan jika memilih kamar tanpa jendela adalah kami harus sering-sering membuka pintu supaya tidak kepanasan. Ironis memang, ketika kami berjalan ke dapur udara terasa begitu dingin terlebih jika tidak mengenakan sandal, namun udara di dalam kamar justru terasa panas.

Setelah mandi dan sarapan di dapur (saat itu kami masih belum menyadari jika nasi yang tersedia di dapur boleh di makan) kami mulai merencanakan akan ke mana hari itu. Perjalanan ke Korea yang begitu mendadak dan tanpa rencana yang matang justru membuat liburan kami lebih menantang dan menyenangkan. Setelah berbicara panjang lebar, hari itu kami memutuskan untuk berbelanja pakaian musim dingin di salah satu pasar tradisional paling terkenal di Korea: Pasar Namdaemun. Kami dengar jika barang-barang yang dijual di Namdaemun adalah yang termurah dan merupakan tempat wisata yang sayang untuk dilewatkan seperti halnya jika ke Bali tanpa ke Pasar Sukowati atau ke Bangkok tanpa ke Chatucak Market. 

Pagi itu kami juga mencoba untuk menghubungi teman Korea kami yang menetap di Seoul, yaitu Hye Jin dan Hyeong-ku. Hye Jin sesungguhnya adalah teman Dephie ketika dia mengikuti pertukaran pemuda di tahun 2008 dulu di Korea. Saat ini Hye Jin sudah bekerja di Kedutaan Besar Nepal untuk Korea di Seoul. Hye Jin meminta kami untuk mampir ke kantornya mendekati jam makan siang dan dia begitu senang bisa reunian kembali dengan Dephie setelah sekian lama.

Sementara itu respon yang cukup berbeda datang dari Hyeong-ku (Dephie memanggilnya Manager Lee). Sebagai informasi, pada bulan Juni tahun 2011, aku dan Dephie pernah menjadi volunteer sebagai Laison Officer (LO) untuk pertandingan basket persahabatan Sister City di Jakarta yang mengundang 3 negara sahabat yakni Jepang, Thailand, dan Korea Selatan. Untunglah saat itu aku menjadi LO untuk delegasi Korea Selatan sementara Dephie menjadi LO untuk delegasi dari Thailand. LO sendiri merupakan job volunteer yang paling kami sukai karena bisa bertemu banyak orang dari berbagai negara dan sekaligus menjalin persahabatan.

Saat itu, Mr. Lee atau yang kupanggil Hyeong ini merupakan salah satu manajer dari Dinas Pemuda dan Olahraga Korea yang membawa 15 mahasiswa dari jurusan Olahraga Korea University ke Jakarta untuk bertanding basket selama 9 hari. Maka karena menjadi LO-nya langsung, aku dan Dephie menjalin hubungan yang begitu akrab dengan Hyeong dan semua pemain basket yang rata-rata seumuran dengan kami. Kami sangat senang mendapatkan kesempatan yang begitu istimewa dalam menjalin persahabatan antar negara.

Singkatnya, aku dan Dephie hanya iseng menghubungi Hyeong karena kami kira sudah jauh-jauh kami ke Korea dan sudah berselang 2 tahun sejak pertama kalinya kami bertemu tentu sudah sepantasnya kami mengucapkan salam dan mengobrol singkat. Namun yang mengejutkannya adalah respon Hyeong begitu positif ketika mendengar kami berada di Seoul. Dia bahkan begitu senang dan langsung datang menuju hostel kami tepat beberapa menit sebelum kami akan mulai berkeliling kota Seoul.

Hyeong mengaku cukup kesulitan untuk mencari hostel kami karena lokasinya yang tidak terdaftar di peta. Namun ketika pertama kalinya melihat Hyeong lagi, kami begitu senang dan begitu pula dengan Hyeong. Pagi itu Hyeong justru membolos dari kantor untuk menemui kami. Dia berpesan jika nanti malam dia akan datang lagi ke hostel untuk menjemput kami dan membawa kami untuk makan malam bersama keluarganya. Kami sungguh sangat terharu mendengarnya.

Bersama si Best Hyeong Ever di Cheonggyecheon Stream

Setelah Hyeong kembali ke kantornya, kami memutuskan untuk segera memulai perjalanan kami terutama karena kami harus bertemu dengan Hye Jin di jam makan siang nanti.

Dan benar saja... ketika kami pertama kali menginjakkan kaki kami di jalanan kota Seoul yang basah dan sebagian tertutup salju, kami bisa merasakan sensasi musim dingin yang begitu luar biasa. Udara di luar begitu dingin hingga wajah kami terasa membeku.

***KATANYA...***
Menurut salah satu teman Korea-ku, saat ini musim dingin di Korea berlangsung lebih lama dan lebih dingin dari yang pernah mereka alami. 
Hal ini dikarenakan perubahan cuaca dan global warming yang sedang berlangsung saat ini.

Kami berjalan dengan baju berlapis dua dan mantel tebal, namun tetap saja udara yang dingin terus saja menerjang wajah kami. Setiap kali kami berbicara pasti ada uap yang berhembus dan tangan terasa mati rasa karena rasa dingin yang begitu kuat. Hal ini membuat kami harus mengenakan sarung tangan (dengan kebiasaan orang Indonesia, sarung tangan jelas bukan barang yang biasa ditemui dan mengenakannya jelas sangat tidak nyaman dan menyulitkan) dan kupluk yang sudah kami bawa dari Indonesia. Namun tetap saja bibirku dengan sangat cepat mengering dan pipi menjadi kebas. Selain itu telinga yang dingin akan terasa sangat sakit ketika disentuh.

Banyak sekali kafe di Seoul

Ada Park Yoo Chun di atas sana...

Jalanan kota Seoul yang bebas macet
Namun itulah sensasi musim dingin. Kami tidak pernah menganggap itu sebagai sebuah halangan namun justru sebaliknya kami sangat menikmati udara dingin segar yang terus saja kami hirup. Kami bahkan memutuskan untuk berjalan kaki menelusuri jalanan kota Seoul yang ramai dan bersih.

***INFORMASI SEPUTAR KOTA SEOUL***
  1. Seperti halnya di Indonesia, di jalanan kota Seoul kita akan sering menjumpai para pegadang kaki lima yang berjualan di trotoar jalan. Dagangan mereka antara lain makanan seperti roti, sate ikan atau babi, dan makanan tradisional Korea lainnya. Selain itu karena sedang dilanda demam K-Pop, kita dengan muudah bisa menemukan banyak aksesoris mengenai K-Pop mulai dari poster, CD lagu, notes, payung, kalender, mug dan masih banyak lagi dengan tampang para artis K-Pop terjiplak jelas.
  2. Di Korea mobil-mobil yang berseliweran di jalanan umumnya hanya mobil asal pabrikan Korea dan Eropa.
  3. Di jalanan sangat jarang ditemukan pengendara motor. Dan jikapun ada, pengendara motor sepertinya sering ugal-ugalan karena mereka bisa mengakses trotoar jalan dan bisa memutar ke manapun mereka inginkan.
  4. Di kota Seoul, banyak sekali gedung-gedung perbelanjaan dan perkantoran yang menjulang tinggi dengan TV layar raksasa yang menampilkan banyak wajah familiar bagi orang Indonesia (maksudnya artis-artis K-Pop). Selain itu, di setiap sudut jalan bisa dengan mudah kita temukan kuil-kuil yang masih dijaga dan berdiri dihimpit gedung-gedung perkantoran. Maka tidak heran jika kami bisa mengatakan bahkan Korea adalah negeri modern tanpa meninggalkan unsur tradisionalnya.
Banyak sekali kuil dan bangunan tradisional di tengah kota

Kuil lain di sekitar Distrik Jonggak 

Sejenis Tugu yang dibangun di tengah kota

Jalanan sepi di Seoul

Deretan pepohonan tanpa daun


Kami hanya berjalan mengelilingi kota dan sesekali masuk ke dalam pertokohan dan Lotte Departemen Store yang tampak berdiri kokoh. Lotte sendiri merupakan perusahaan asal Korea yang sangat sukses baik di Korea maupun di luar negeri (termasuk Indonesia). Setelah puas berkeliling dan melihat jajanan tradisional masyarakat Korea, kami akhirnya memutuskan untuk segera menuju ke Kedutaan Besar Nepal untuk mencari teman kami Hye Jin. Kami memilih untuk naik MRT karena sangat tidak dimungkinkan untuk berjalan kaki. Untuk menggunakan Seoul City Pass sangatlah mudah dan hampir mirip seperti yang sering kami gunakan selama di Singapura. Untuk tiket sekali jalan, mesin di pintu masuk MRT akan memotong saldo kita sebesar 10.500 rupiah untuk semua jarak dekat. Namun ketika memasuki stasiun-stasiun MRT di Seoul, jangan berharap kita diberi banyak kemudahan seperti di Singapura karena sebagian besar stasiun MRT di Seoul mengusung tema yang hampir mirip dengan MRT di Paris yang tidak menyediakan eskalator sehingga kita harus puas dengan menaiki dan menuruni tangga. Sementar itu jika kita bertemu dengan stasiun interchange, kita harus berjalan cukup jauh untuk sampai di statiun berikutnya.

***TEKNOLOGI DI KOREA***
Korea adalah negara yang sangat maju terutama jika berkaitan dengan teknologi dan jaringan internet. Selain itu orang-orang Korea (walaupun dengan keterbatasan dalam berbahasa Inggris) umumnya sangat ramah dan suka menolong. 
Buktinya, beberapa kali kami tersesat dan menanyakan jalan maka orang-orang Korea yang kami temui akan langsung mengeluarkan smartphone mereka dan menunjukkan jalan kepada kami. Bahkan beberapa kali kami justru diantarkan hingga ke tempat yang ingin kami tuju padahal kami tidak memiliki arah tujuan yang sama.

Untuk sampai di Kedutaan Besar Korea, kami masih harus berjalan kaki dari stasiun MRT terdekat dan berjalan kaki di Korea adalah perjuangan yang begitu berat. Hal ini disebabkan struktur tanah di Seoul tidak rata dan berbukit. Sehingga tidak heran jika terkadang kita tidak bisa melihat di mana ujung jalan karena di hadapan kita adalah jalanan berbukit kecil dan ketika melewatinya, kita akan menemukan jalanan yang menurun dan kembali lagi kita akan menemukan jalanan mendaki. Mungkin itulah sebabnya orang di Korea pada umumnya tidak berbadan gemuk karena mereka sudah terbiasa berjalan kaki dengan medan yang berat. Di tengah udara dingin seperti itu, jalan kaki menjadi sebuah pengalaman yang baru bagi kami.

Kami sampai di Kedutaan Besar Nepal di Seoul tepat pada jam makan siang sehingga Hye Jin bisa keluar kantor dan mengajak kami untuk makan di restoran favoritnya yang berjarak tidak jauh. Hye Jin sangat senang ketika akhirnya bertemu lagi dengan Dephie. Siang itu kami ditraktir makanan berbentuk berat yang dibentuk bulat kecil seperti kelereng dan soup rumput laut. Awalnya aku masih kesulitan makan makanan Korea terutama kimchi (sampai saat inipun aku masih tidak suka kimchi) namun restoran yang kami kunjungi cukup nyaman dan pelayanan yang begitu ramah. Tentu saja semua makanan di Korea selalu menyediakan kimchi, bahkan apapun menu makannya. Setiap kami makan, pasti selalu ada sepiring kimchi di atas meja dan orang Korea tidak merasa makan tanpa makan kimchi.


Setelah mengobrol dan melepaskan kangen, akhirnya kami terpaksa harus berpisah dengan Hye Jin karena jam istirahat makan siangnya telah selesai. Setelah mengucap salam perpisahaan, kami akhirnya memutuskan untuk meneruskan perjalanan kami yaitu menuju Namdaemun Market yang hanya berjara 15 menit jika berjalan kaki dari kantor Hye Jin. Namun untuk sampai di sana memang dibutuhkan perjuanan karena kami harus kembali mendaki jalanan berbukit. Ketika hendak ke Namdaemun Market, kami bisa melihat jika Seoul Tower menjulang tinggi di kejauhan. Namun kami tidak memasukkan Seoul Tower sebagai destinasi wisata kami di Seoul karena kami tidak melihat ada yang benar-benar istimewah dari menara itu. Akhirnya setelah meneruskan perjalanan dan melewati beberapa kasino dan bangunan besar, kami akhirnya sampai di Namdaemun Market.

Namdaemun Market sesungguhnya sebuah pasar tradisional yang menjual beragam jenis barang dan berada di luar ruangan seperti Pasar Chatuchak di Bangkok. 

Keadaan di Namdaemun Market. Semua yang kita inginkan ada di sini!
Di pasar ini menjual semua yang kita perlukan, mulai dari pakaian (produk utama), survernir, makanan hingga perabotan rumah tangga. Kami sangat senang berbelanja di Namdemun karena bisa melihat bagaimana keadaan masyarakat Korea secara langsung. Di pasar ini banyak sekali barang yang diobral dengan harga yang begitu murah. Para pejualnya juga begitu baik, ramah dan senang bercanda. Walaupun udara dingin begitu menusuk kulit, namun semuanya itu lama kelamaan menjadi pudar karena kami keasikan berbelanja. Hari itu kami mendapatkan banyak syal dengan harga murah dan juga aku berhasil mendapatkan sebuah mantel musim dingin yang dijual dengan harga 100 ribu rupiah saja.

***TOILET DI NAMDAEMUN MARKET***
Saat hendak pergi ke toilet di Namdaemun Market, aku sempat kesulitan untuk mencari di mana toilet pria karena setiap kali aku bertanya di mana toilet kepada para penjual, mereka akan selalu menunjuk ke arah yang sama: toilet yang di dalamnya penuh perempuan. Awalnya aku sempat heran, namun ternyata ketika aku masuk ke dalamnya, aku bisa menemukan jika di antara 4 bilik toilet yang tersedia, satu diperuntukan kepada pria. Ini sungguh menjadi pengalaman yang unik karena belum pernah aku menemukan jika ada toilet perempuan dan pria yang digabung seperti di Pasar Namdaemun ini.

Setelah berkeliling cukup lama di Namdaemun, tidak disangkah kami sudah menghabiskan berjam-jam waktu kami berbelanja. Maka karena hari sudah mulai sore dan kami ada janji makan malam bersama Hyeong, kami segera memutuskan untuk kembali ke hostel untuk bersiap-siap dijemput Hyeong untuk makan malam.

Untuk sampai kembali ke hostel sangat mudah dengan menggunakan MRT. Saat berjalan menuju hostel, kami mampir ke penjual roti di pinggiran jalan. Kami tertarik melihat roti yang begitu besar (sebesar mangkok mie) yang hanya dijual dengan harga 10 ribu rupiah padahal harga untuk sate ikan satu tusuk saja dibandrol seharga 30 ribu di Korea. Karena terlihat enak, kami memutuskan untuk membeli roti itu. Namun apa yang terjadi, ternyata roti itu sengaja dipanggang berbentuk mangkok hingga mengembang padahal tidak berisikan apapun. Sungguh tidak ada jajanan yang murah di Korea.

Setelah sampai di hostel, mandi dan bersiap-siap, sekitar pukul 6 sore, Hyeong sudah tiba di hostel kami dan segera mengajak kami untuk berangkat bersama mobilnya. Kami begitu senang karena di dalam mobilnya, anak laki-lakinya yang berumur 10 tahun yaitu Eeu Jin sudah menunggu kami. Eeu Jin masih tampak malu-malu karena kesulitan berkomunikasi, terutama kepadaku karena aku sama sekali tidak bisa berbahasa Korea. Akhirnya mobil melaju membawa kami menjauhi hostel hingga melewati Gwanghwamun yang tampak indah dibalut lampu-lampu di malam hari hingga perlahan mobil mulai masuk ke jalanan berkelok. Aku bahkan sama sekali tidak tahu ke mana tujuan kami malam itu.

Sekali lagi aku disadarkan jika orang Korea sangatlah melek terhadap teknologi. Di mobil Hyeong dilengkapi dengan GPS yang benar-benar menggambarkan bagaimana kondisi jalanan yang sedang kami lalu dan benar-benar bisa berfungsi dengan baik.

***INFORMASI KURANG PENTING***
Di Jakarta, aku juga pernah beberapa kali menggunakan GPS di smartphone sebagai penunjuk jalan. Namun bukannya membantu, terkadang fasilitas peta yang tersedia di smartphone justru tidak beroperasi maksimal dikarenakan koneksi internet yang tidak memadai. 
Andaikan kecepatan internet di Indonesia bisa sebagus Korea, semua teknologi yang diciptakan akan bisa dimanfaatkan dengan maksimal pastinya.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, akhirnya mobil menepi dan kami masuk ke dalam sebuah restoran sederhana. Di sana, istri Hyeong dan putrinya Se Hyeon sudah menunggu kami. Mereka begitu senang bertemu dengan kami dan begitu juga kami. Selain itu, Hyeong juga mengajak beberapa temannya untuk ikut makan malam bersama kami. Makanan kami berlimpah hingga aku ragu bisa menghabiskan makanan sebanyak itu. Suasana malam itu terasa begitu akrab dan menjadikannya salah satu malam terbaik kami di Korea.


Barbeque daging sapi dan Kimchi (padahal aku sama sekali tidak suka Kimchi)
Jamur dan tauge di Korea adalah yang paling enak
Kondisi meja makan kami
Bersama keluarga Hyeong

Bersama Hyeong

***KEBIASAAN MAKAN DI KOREA***
Tata cara makan di Korea sungguh berbeda dengan tata cara makan di Indonesia.
  1. Orang Korea itu sangat menjunjung tinggi kebersamaan sehingga tidak heran jika makan di Korea tidak disediakan sendok atau sumpit khusus untuk mengambil lauk pauk. Semua digunakan dengan sumpit dan sendot yang kita gunakan untuk makan.
  2. Orang Korea sangat cinta dengan minuman tradisional mereka: Soju. Sehingga tidak heran jika dalam setiap kali acara makan bersama, soju tidak pernah ketinggalan. Namun anak-anak Hyeong tidak ada yang minum soju. Mereka hanya minum air putih dan juga minuman bersoda. Tapi aku sangat suka soju! Soju di Korea jelas terasa lebih enak dan harganya sangat murah (kurang lebih 30 ribu perbotol). 
  3. Karena kuatnya sikap senioritas, setiap kali ada acara makan malam bersama, Hyeong pasti selalu mengajak juniornya untuk makan bersama dan juniornya harus "melayani" Hyeong dan orang-orang yang lebih tua dari mereka mulai dari menuangkan minuman setiap kali gelasnya kosong, membuka botol minum, hingga memanggil pelayan toko jika ingin menambah makanan.
  4. Orang di Korea makan dengan menggunakan piring dan menu-menu atau side dish yang sangat banyak sekali sehingga tidak heran akan terlihat banyak piring-piring kecil dengan beragam isi yang berbeda (tidak terbayang kan gimana capenya saat mencuci piring).
  5. Orang Korea suka menghabiskan waktu bersama teman-temannya mengobrol sambil makan di restoran. Bahkan dilakukan hampir setiap hari untuk lebih memupuk pertemanan di antara senior dan junior. Sehingga tidak heran restoran merupakan bisnis yang paling menjamur di Korea.
  6. Kimchi... kimchi... dan kimchi... selalu ada di meja makan. Apapun menunya.

Di depan restoran

Setelah kami selesai makan malam dan rasanya sudah sangat kenyang, akhirnya kami semua pergi meninggalkan restoran. Di luar udara semakin dingin karena malam sudah turun. Tapi Hyeong malah mengajak kami berjalan ke pinggir sungai yang sudah membeku dan memulai perang salju. Kami bermain-main bersama salju yang membeku dan rasanya sungguh menyenangkan.


Bermain salju di pinggiran sungai yang membeku

Akhirnya setelah puas bermain, kami mengira jika Hyeong akan segera mengantar kami pulang ke hostel karena hari sudah cukup malam. Kami harus mempersiapkan diri untuk mengikuti konferensi Korea Model United Nations (KMUN) esok terlebih karena ide untuk ikut KMUN yang mendadak dan terlalu sibuk merencanakan perjalanan kami ke Korea, kami sama sekali tidak melakukan persiapan untuk mengikuti KMUN. Parahnya, ini akan menjadi konferensi MUN pertama kami dan kami bahkan belum mengerti banyak dengan apa yang seharunya kami lakukan esok.

Lalu tanpa diduga, Hyeong mengajak kami dan keluarga serta teman-temannya menyebrangi jalan dan mulai masuk ke restoran yang berbeda. Kami bahkan kaget karena kami tidak tahu kalau kami akan makan lagi. Restoran kali ini berbeda dengan restoran sebelumnya karena di restoran ini hanya tersedia daging dan usus babi.

Banner besar di luar restoran

Karena aku dan Dephie non-muslim sehingga kami tidak berkeberatan makan malam untuk kedua kalinya. Sekali lagi, kimchi dan soju tidak pernah kosong dari meja makan kami.

Menu Makanan utama

Bersama putra dan putri Hyeong

Hyeong dan Kedua Juniornya

Acara makan malam kedua berlangsung seru namun kami sudah lumayan kenyang sehingga kami tidak makan terlalu banyak. Kami bahkan menyisakan banyak makanan dan terasa begitu sayang untuk dibuang begitu saja. Setelah banyak mengobrol dan berbagi cerita tentang kehidupan di Indonesia, kami akhirnya memutuskan untuk pulang karena malam sudah semakin larut dan waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Setelah mengucapkan salam perpisahan dengan istri dan anak-anak Hyeong, kami akhirnya kembali ke dalam mobil bersama Hyeong dan dua juniornya untuk membawa kami pulanng ke hostel.

Namun satu hal yang menarik adalah bukan Hyeong yang mengendarai mobil kali ini melainkan seorang pria asing yang disewa Hyeong untuk membawa kami kembali ke hostel. Ternyata setiap kali menghabiskan makan malam dan berkumpul bersama teman, pria-pria di Korea pasti mabuk karena minum banyak soju sehingga mereka akan menyewa supir untuk mengendarai mobil mereka. Sungguh ini merupakan salah satu kenyataan jika orang-orang Korea sangat patuh terhadap hukum dan mengerti bahaya jika mengendarai mobil dalam keadaan setengah mabuk.

Saat melewati jalanan kembali ke hostel, muncul ide Dephie untuk mampir ke pasar Dongdaemun karena terdapat pasar malam di sana. Seperti biasa, jiwa belanja Dephie mulai kumat lagi karena dia masih belum puas berbelanja di Namdaemun Market. Sehingga kami meminta Hyeong untuk mengantarkan kami ke Dongdaemun dibandingkan jika kami harus pulang ke hostel. Namun Hyeong tidak hanya menurunkan kami di Dongdaemun Market namun dia dan kedua juniornya juga ikut menemani kami. Sepertinya dia begitu kuatir jika kami mungkin tersesat. Namun bukannya memberikan kami kesempatan untuk berbelanja, Hyeong malahan mengajak kami untuk masuk ke restoran tradisional Korea lainnya dan mulai memesan makanan lagi.

Oh no!!

Kami sungguh speechless saat itu karena kami tidak sanggup untuk makan lagi. Namun karena kebaikan Hyeong, kami sungguh tidak tega menolak tawarannya.

Hyeong dan juniornya. Makam malam ketiga! Phew...

Fotonya Blur karena Diambil sama Kakek-Kakek yang Punya Restoran

Seperti kata Hyeong, restoran ketiga yang kami masuki malam itu adalah restoran paling khas dan tradisional di Korea. Hyeong sangat ingin kami mencicipi semua makanan Korea dan dia begitu senang karena kami suka makan dan suka makanan Korea. Menu makanan kali ini adalah babi rebus dengan kimchi dan soju yang tidak pernah kosong dari atas meja.

Baru berselang beberapa menit ketika kami memulai makan, teman Hyeong yang lain datang. Pria itu berbadan kekar dan berwajah serius. Dia masuk dengan langkah tegap dan kedua junior Hyeong memperlihatkan jika mereka begitu menghormati teman Hyeong tersebut. Mereka bahkan begitu rajin melayaninya makan. Pria inilah yang membayar makanan di restoran malam itu.

***TEKNOLOGI DI KOREA***
Semua orang di Korea sepertinya mempunyai sebuah kartu sakti yang bisa digunakan untuk bertransaksi baik di restoran maupun ketika menggunakan transportasi umum. Sehingga tidak heran jika mereka jarang menggunakan uang tunai. Bahkan untuk restoran tradisional yang terlihat mirip warteg di Indonesia, pembayaran dilakukan dengan menggunakan kartu sakti mereka yaitu kartu kredit.


Junior Hyeong yang suka melucu

Di luar restoran

We love you Hyeong

Setelah selesai makan, kami akhirnya keluar restoran dan memutuskan untuk pulang karena hari sudah begitu larut dan kami mampunyai agenda penting esok hari. Namun teman Hyeong yang berbadan tegap itu berjalan di antara pertokohan di Namdaemun dan meminta kami untuk mengambil apa saja yang kami inginkan. Aku dan Dephie tercengang beberapa saat dan saling memandang. Awalnya kami mengira jika pria ini kemungkinan besar adalah ketua mafia atau bos preman di Dongdaemun karena ketika pria ini lewat saja, hampir semua pedagang menyampaikan salam dan begitu hormat kepadanya. Terlebih sekarang dia meminta kami untuk mengambil apa saja yang kami inginkan??

Karena kami berdua menolak untuk mengambil apapun (alasannya karena masih bingung dengan status pria itu dan terlebih kami tidak enak karena sudah begitu banyak hal baik yang dilakukan Hyeong kepada kami), kedua junior Hyeong justru yang bersikap lebih agresif. Mereka langsung mengambil dua buah ikat pinggang yang begitu indah dan terlihat mahal. Keduanya diberikan kepada Dephie yang masih bingung dengan apa yang terjadi. Setelah itu, junior Hyeong langsung mengambil sebuah jaket tebal dengan merek Black Yak dan langsung dipakaikan ke badanku. Mereka mengatakan jika ini hadiah dan kami tidak boleh menolaknya.

***BLACK YAK***
Black Yak merupakan merek asal Korea yang sangat terkenal untuk produk mantel musim dingin dan dinilai memiliki kualitas yang paling baik. 
Harganya pun mahal.

Setelah itu kami pulang diantarkan hingga ke hostel. Di dalam mobil akhirnya kami diberitahukan jika pria barusan adalah manajer Dongdaemun dan dia yang mengelolah pasar itu. Kami sungguh shock mendengarnya. Maka tidak heran dia begitu dihormati dan bisa meminta kami untuk mengambil apa saja yang kami inginkan.  

Kami sungguh bersyukur bertemu Hyeong di Korea dan memberikan kami malam yang begitu indah dan sukar untuk dilupakan. Akhirnya setelah mengucap selamat malam, kami akhirnya berpisah dengan Hyeong dan kedua juniornya. Malam itu kami begitu lelah karena telah melewati hari yang panjang di Seoul. Esok hari fokus kami akan dialihkan ke Konferensi KMUN hingga 4 hari kedepan.

Korea sungguh indah... bukan hanya karena musim dingin yang sedang berlangsung, namun dikarenakan kami begitu beruntung bisa bertemu dengan banyak orang yang begitu mengasihi kami....



***RINCIAN PENGELUARAN***
Jajan di Namdaemun: 10 ribu rupiah
Belanja di Namdaemun: 150 ribu rupiah
Total: 160 ribu

PS: Pengeluaran Dephie jelas lebih besar dibandingkan pengeluaranku karena dia selalu lapar mata setiap kali melihat barang-barang yang dijual. Sayangnya aku tidak begitu suka berbelanja...